“Aku Di Sini”

Kejadian 22:1-9

“Aku di sini” jawab Abraham pada saat Tuhan berfirman pada Abraham. Dua kali ia menjawab demikian, ayat 2, 11 ( LAI menerjemahkan dengan “Ya, Tuhan” ).

Abraham tidak hanya mengenali suara Tuhannya melainkan menunjukkan kesiapannya untuk menerima titahNya. Mengenal dengan tepat serta sigap seperti itu bukanlah hal yang lumrah.

Adam pada saat namanya dipanggil Tuhan, ia memang mengenali suara itu sebagai suara Tuhannya, tetapi Adam malah bersembunyi karena ketakutan akan dosa yang telah diperbuatnya.

Samuel yang berturut-turut 3 kali dipanggil oleh Tuhan, selalu mengira Imam Eli yang memanggilnya.

Lain halnya dengan Paulus, ia tidak mengenali suara Tuhan pada saat namanya dipanggil di jalan menuju Damsyik.

Setelah membandingkan seperti itu jelas bagi kita bahwa respons Abraham yang mengenali sekaligus menjawab sigap setiap namanya dipanggil Tuhan merupakan sesuatu yang istimewa. Mengapa Abraham dapat bereaksi istimewa? Karena Abraham bergaul erat dengan Tuhannya, ia mengenali dan sekalugus mematuhi Tuhannya.

Dari pertama kali dicatat Abraham mendengar suara Tuhan di Kejadian 12 hingga Kejadian 22, tak henti-hentinya kita membaca tentang ketaatan dan pergaulannya yang erat dengan Tuhan.

Demikian tulisan Pdt. Yohan Candawasa dalam halaman-halaman pertama dari bab 6 buku “Menapaki Hari Bersama Allah”.

Selanjutnya bab ini membahas tingkat kesukaran Abraham untuk memenuhi perintah Tuhan dalam  Kejadian 22 ini.

A. Ishak harus dipersembahkan.

Ishak adalah anak satu-satunya yang sudah dinanti-nantikan dan dijanjikan sejak lama. Ishak adalah anak yang amat dikasihi Abraham. Ishak adalah sumber suka cita dalam rumah ini. Nama Ishak berarti “tertawa”. Tetapi Ishak diminta untuk dijadikan kurban.

B. Abraham sendiri yang mempersembahkan.

Tangan Abraham yang menggendong, memeluk, membelai, memandikan, dan membela Ishak akan menjadi tangan yang membawa dan mengorbankan Ishak di Gunung Moria. Pastilah 3 hari perjalanan mendaki Gunung Moria itu merupakan perjalanan yang berat bagi Abraham.

C. Permintaan yang membingingkan.

Allah menjanjikan “….Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu” ( Kejadian 11:17-18 )

Tetapi sebelum janji itu terpenuhi, Ia memintanya kembali dalam korban bakaran. Kita tidak bingung karena diawal ayat pertama sudah diberi catatan bahwa Allah mencobai Abraham, tetapi saat itu Abraham tidak paham akan hal ini.

Respon Abraham adalah, “Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya. Ia membelah juga kayu untuk kurban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ketempat yang dikatakan Allah kepadanya” (ayat 3 )

Abraham tidak menunda-nunda atau berbantah-bantahan dengan Tuhan untuk mempertanyakan betapa tidak masuk akalnya permintaan itu.

Selanjutnya Pendeta Yohan Candawasa mengetengahkan ilustrasi seperti ini,

Ada 3 orang masing-masing membawa sejumlah uang yang sangat banyak untuk dipersembahkan kepada Tuhan.

Yang pertama mengatakan, “Aku akan membuat sebuah lingkaran kecil di atas tanah, kemudian uang ini akan kulemparkan ke atas. Yang jatuh kedalam lingkaran ini adalah yang Tuhan mau.

Orang berikutnya membuat lingkaran besar sekali, kemudian berkata, “Aku akan melemparkan semua uangku ke atas. Yang jatuh di luar lingkaran ini merupakan uang yang Tuhan mau”

Yang ketiga mengatakan, “Aku juga akan melemparkan semua uangku ke atas. Jika Tuhan menginginkan semuanya, biarlah uang itu setelah dilempar tidak turun lagi. Uang yang turun adalah uang yang ditolak Tuhan”

Tentu saja masing-masing membawa pulang uangnya dengan utuh.

Bisa saja Tuhan membuat mukjizat sehingga semua uang itu akan menjadi milikNya, tetapi pastilah yang Tuhan inginkan dari ketiga orang itu adalah kerelaan memberi karena kecintaannya. Tuhan tentu tidak perlu merampas uang itu karena Tuhan tidak membutuhkan uang itu.

Pertanyaannya adalah, “Mengapa Abraham memiliki respons yang mengagumkan ketika Tuhan meminta Ishak darinya?”

Karena ia memiliki Iman, Pengharapan dan Kasih kepada Tuhan.

1. Iman

Abraham mempersembahkan Ishak karena ia percaya bahwa Tuhan yang walaupun tampaknya sedang mempermainkan dia, berlawanan dengan karakterNya sendiri, adalah Tuhan yang kasih setiaNya tidak pernah berubah. Abraham tidak mengerti bagaimana caranya Tuhan memenuhi janjiNya, Ia hanya mengetahui bahwa Tuhan itu tidak pernah ingkar, tidak main-main. JanjiNya pasti ditepati.

2. Pengharapan

Bagi Abraham, iman memberikan pengharapan. Kalaupun Tuhan mengambil Ishak, bukan berarti pengharapannya habis. Bagi Abraham, pengharapan dalam iman sekalipun hal itu belum dialaminya-tetapi karena begitu mutlak kepastiannya- membuat ia tidak memandang hal itu sebagai sesuatu yang dinanti-nantikan dimasa depan, tetapi sudah merupakan suatu kenyataan di saat ini.

Catatan pribadi: Jangan pernah melalui pikiran atau logika kita yang terbatas ini mencoba memberikan jalan keluar ataupun mereka-reka bagaimana Tuhan seharusnya memenuhi janji-janjiNya.

Kerap kali pada saat kita melihat suatu kejadian yang kontradiksi dengan janji Allah, kita merasa “mutung” atau merasa Allah mengingkari janjiNya. Padahal Allah tidak pernah kehilangan kontrol atas pemenuhan janji-janjiNya. Melainkan keterbatasan kita yang tidak dapat melihat “God’s work is in progress”

3. Kasih

Ujian ini telah menunjukkan bahwa bagi Abraham Allah adalah segalanya, kasihnya kepadaNya melebihi kasihnya kepada Ishak.

Dapatkah kita membuktikan “Allah adalah segalanya” dengan melakukan  perjalanan ke Moria, perjalanan melepaskan satu-satunya yang kita sayangi dalam hidup ini entah itu harta, kekasih, anak, prestasi, atau dosa kesayangan kita?

Kehilangan ini dimaksudkan Tuhan untuk membawa kita ke pemahaman yang lebih dalam akan kasih Tuhan dan juga membuat kita makin mengasihi Dia.

Catatan pribadi: Karena kasihnya kepada Tuhan, Abraham mampu melakukan segalanya dalam pengharapan dan iman. Pengharapan dan iman ini timbul dari pergaulan yang erat dengan Tuhan, dari pemahaman yang nyata akan Tuhan.

Karena KasihNyalah Tuhan menyerahkan anakNya yang Tunggal yaitu Yesus Kristus untuk menjadi korban penebusan bagi manusia.

Masihkah kita mengalihkan kasih kita kepada hal-hal lain diluar Tuhan?

Tinggalkan komentar